• Menu
  • Menu

Kyoto: Arashiyama di Musim Dingin

Pada perjalanan 18 Kippu Liburan Musim Dingin lalu, Kyoto, lebih spesifiknya lagi Arashiyama, adalah situs yang pertama kali kami kunjungi. Seperti yang sudah sempat saya tulis bulan lalu, saya pernah ke Arashiyama sekali untuk melihat daun kuning momiji. Kunjungan waktu itu menyenangkan, tetapi kurang memuaskan. Yah, walaupun berangkat dari Toyohashi pukul 7.00, kami sampai disana pukul 14.00. Kemudian, kami hanya memiliki waktu 3 jam untuk berkeliling situs wisata tersebut. Sebenarnya, pada kunjungan kedua saat 18-Kippuan ini, saya dan Sidik juga sampai disana sekitar pukul 14.00. Sebelas dua belas lah. Namun, karena ini kunjungan kedua saya dan kami tidak punya konstrain waktu, komunitas, dan bus, kunjungan kedua ini lebih bisa dinikmati.

Sebagai situs wisata yang menjual pemandangan pepohonan (terutama momiji) sebagai daya pikat utama, sesuai dugaan Arashiyama di musim dingin tidak begitu spesial. Pegunungannya hijau atau bahkan gundul, ada sedikit putih-putih nempel sih. Udara dingin tetapi tidak cukup untuk membekukan sungainya. Wisatawan yang hadir juga tidak seramai waktu itu. Yah, setidaknya yang terakhir ini merupakan hal yg bagus buat kami.

Panorama Sungai Hozu dan Jembatan Togetsukyo
Panorama Sungai Hozu dan Jembatan Togetsukyo

Jembatan Togetsukuyo – seperti kunjungan pertama – masih sulit saya apresiasi sebagai sebuah jembatan yg berbeda dengan jembatan normal lainnya. Namun, minimnya wisatawan yang menyebrang jembatan waktu itu membuat kami bisa berhenti sejenak dan berdiri santai di pinggir jembatan untuk melihat aliran sungai birunya. Struktur penyangga jembatan yg sebenarnya biasa saja juga bisa kami amati lebih detil dan mungkin kagumi.

Sesuai rute yg saya lewati saat momijan kemaren itu, saya mengajak teman 18-Kippuan saya itu ke atas untuk melihat panorama Arashiyama dari balkon Horinji Temple. Jalan setapak yg agak tidak kelihatan dari pertigaan jalan utama itu masih tampak bagus walaupun pohon-pohon disana sudah bertelanjang ria. Di atas, atap kuil belumuri salju yg membuat kami ingin naik genteng dan mencoba memegang-megang salju. Maklum, katrok orang tropis. Panorama Kyoto – Arashiyama dari atas juga masih seperti semua panorama kota – breathtaking. Saya jarang mengambil foto kali ini, berusaha menikmati pemandangan tanpa kamera.

Tidak mau terjebak dengan jalur panjang menyusuri sungai ke titik yg katanya pemandangan terindah di Arashiyama (dahulu waktu saya habis di jalur ini), saya langsung mencari hutan bambu Arashiyama yg dahulu saya lewatkan. Sebelumnya tentu saya memamerkan pemandangan Sungai Hozu dari pinggir ke teman seperjalanan saya. Tidak seperti dahulu, sungai sepi dari pengayuh dayung. Yang membuka penyewaan perahu ($1000-2000 yen) juga kyknya kagak ada yg buka. Tahun baru bukanlah musimnya Arashiyama dikunjungi orang mungkin.

Melewati daerah pertokoan pinggir jalan Arashiyama, kami berandai-andai: kalau di Indonesia pasti udah susah jalan ini. Trotoar bakal penuh penjual juga. Sesak, walaupun sepi begini (gimana kalau lagi rame kayak lautan manusia??). Kapan Indonesia bisa serapih ini… Sebelum sampai ke daerah hutan bambu, deretan perumahan kuno Jepang tampak di sebelah kiri jalan. Inilah titik terujung perjalanan saya sebelumnya sampai saya menemui serombongan ibu-ibu ke arah berlawanan.

Deretan rumah kuno ini memenuhi jalan menuju Tenryuji Temple. Kita bisa masuk ke setiap halaman rumah dan kalau beruntung beberapa rumah kelihatan dalamnya. Rumahnya cantik dan rapi, jadi pengen punya rumah kayak gini, minus altarnya tapi.

Di ujung jalan perumahan, ada pintu gerbang Tenryuji Temple. Masuk 500 yen! Foto di poster sih kayaknya buagus banget area dalam kuilnya, walaupun di musim dingin. Cuma kok males bayar, jadi kami langsung cuek dan kembali menyusuri jalan pertokoan tadi menuju ke hutan bambu.

Hutan bambu yang ada tidak seperti ekspektasi saya. Well, bambu disini masih ansos seperti yg di drama samurai itu, tidak seperti bambu Indonesia yg hidup berkoloni. Namun, saya mengharapkan pengunjung bisa masuk ke sela-sela antara pepohonan bambu (bambu pohon bukan ya?). Namun, ada pagar cukup tinggi yg menghalangi pengunjung keluar dari jalan setapaknya.

Jalan setapak di tengah hutan bambu itu cukup gelap. Saya tidak yakin apakah karena hari sudah sore atau hutannya yang terlalu padat dan tinggi. Karena gelap, hutan bambu yang ada itu tidak seindah yg kita lihat di teve. Namun, tidak membuat saya kecewa sih karena keren juga kok. Apalagi saat ada aliran sungai kecil yang melintasinya.

Si Hutan Bambu ini cukup luas juga ternyata. Capek juga jalan dari ujung ke ujung jalan setapak. Setengah jam lebih kali. Kepadatan manusia di dalam (jalan setapak) hutan bambu ini juga lebih tinggi dibanding di jalan luar sana. Mungkin karena musim dingin, bambulah jadi sasaran utama Arashiyama ini ya, dengan menghilangnya daun momiji. Sampai di ujung jalan setapak, kami menemui pertigaan. Kanan ke stasiun kereta Torokko Arashiyama  dan kiri ke Taman Arashiyama. Waktu sudah menunjukkan pukul 4.30, cuma kayaknya sayang mau langsung pulang. Kami memutuskan untuk belok kiri dahulu walaupun jalannya sangat becek (kayak di Indonesia, makanya gak ada yg ke kiri) dan hari sudah remang.

Tamannya luas juga. Dan berbukit-bukit. Fitur yang ada sih minim mengingat ini musin dingin dan kebanyakan yg bisa kami lihat di taman adalah daun layu atau pohon kering. Agak berkeliling sedikit, kami menemukan dek observasi taman. Disini kami bisa melihat ke ujung daerah Sungai Hozu dan titik Great View Arashiyama. Daerah cukup indah yg saat kunjungan pertama kali, saya kebanyakan menghabiskan waktu disana. Bedanya, melihat panorama dari Taman Arashiyama ini gratis dibanding 400 yen untuk masuk ke Daihikaku Senkoji Temple. Jika beruntung, dari sini kita bisa melihat kereta “romantis” dari stasiun Torokko lewat. Nggak yakin maksudnya “romantis” disana apa…

Pemandangan dari dek observasi Taman Arashiyama
Pemandangan dari dek observasi Taman Arashiyama

Setelah puas mengelilingi taman sampai ujung (sampai nemu plang: taman habis sampai disini), kami pun backtrack menuju stasiun Torokko Arashiyama. Kami kira bisa pulang ke Kyoto lewat situ, kagak tahunya nggak bisa. Cuma bisa kereta romantis tadi aja… (Dan mungkin udah sore juga) Akhirnya, kami harus berjalan kaki ke stasiun JR Saga Arashiyama sejauh setengah jam perjalanan. Hm. Lumayan juga sebenarnya, melewati perumahan orang jepang (yg ditengah desa). Melihat area perumahan kayak Indonesia tetapi agak beda, rapih bersih gimana gitu…

Dari dua kunjungan ke Arashiyama ini ada hal menarik yg saya petik. Kunjungan pertama saya saat pemandangan masih cukup indah. Namun, entah mengapa saya agak tidak bisa begitu mengingat kejadian saat itu. Kunjungan kedua pemandangannya lebih biasa saja dan kayaknya tidak terlalu banyak objek yg dilihat juga. Akan tetapi, dibanding pertama masih berkesan kunjungan kedua. Yg berbeda adalah saat pertama saya hanya sendirian (ber-60 sih, tapi saya lari mondar-mandir sendiri) dan yg kedua ini ada teman ngobrol. Jadi mungkin lebih membekas pengalamannya. Tentang kunjungan pertama saya ke Arashiyama sebelumnya saya hanya bisa mengenang bagian saat bertemu kembali rombongan dan kembali ke parkiran bus sampai pulang…

Bukan masalah kemana kita pergi, tetapi dengan siapa kita pergi. Begitu kata pepatah, heh?

Liburan Musim Dingin: Kansai

Artikel ini adalah bagian dari seri perjalanan kami saat musim dingin ke daerah Kansai, menggunakan tiket 18 kippu di Jepang. Berikut adalah keseluruhan perjalan tersebut.

  1. Kyoto: Arashiyama di Musim Dingin
  2. Kobe: Harborland, Bianglala, dan Museum Kapal
  3. Kobe: Shin-Kobe Ropeway dan Nunobiki Herb Garden
  4. Osaka: Makan Malam ala Xinjiang di Muqam dan Tabehoudai Bagus Resto
  5. Pusat Perbelanjaan Namba ~ Ternyata Jepang Bisa Kotor Juga
  6. Osaka Aquarium Kaiyukan dan Lagi-lagi Bianglala-la
  7. Tiga Penginapan Berbeda saat Liburan Musim Dingin: Kansai
  8. Enam Jam Berjalan Kaki Keliling Nara
  9. Kyoto: Fushimi Inari Taisha di Tahun Baru
  10. Kyoto: Kiyomizu Temple, Kuil Tanpa Paku Pun Sebatang

Tinggalkan Balasan